Berkeluarga dengan Bambu
Seperti Ibu yang merawat anaknya sendiri
Desa Genamere merupakan salah satu desa yang tergabung di dalam Kawasan Hutan Inelika, salah satu dari sekian kawasan yang terlibat dalam Program Penanaman Satu Juta Bambu pada tahun 1997 lalu. Saat ini, lokasi penanaman tersebut menjadi kawasan Perhutanan Sosial dalam skema hutan kemasyarakatan (HKm) yang didistribusikan ke dalam lima kelompok tani di Desa Genamere, dinaungi oleh Gapoktan Genamere. Albert Kadju, atau yang biasa disapa Om Albert, merupakan Ketua Kelompok Gapoktan Genamere dan juga menjadi salah satu sosok yang cukup aktif dalam menggerakan kelompok tani. Sosok aktif yang muncul pada Om Albert ternyata berasal dari semangat yang ditularkan oleh istrinya, yaitu Mama Wilhelmina Bhoki.
Mama Wilhemina, atau lebih akrab disapa Mama Welu, merupakan Ketua Dasa Wisma Wanita yang beranggotakan 18 petani wanita. Meskipun kelompok ini tidak sebesar Gapoktan Genamere, mereka aktif bergotong royong untuk kegiatan pembersihan, baik pembersihan kebun maupun pembersihan lingkungan di sekitar rumahnya. Selain itu, kelompok ini pun aktif melakukan arisan untuk bersilaturahmi, sekaligus menjadi sarana pembelajaran untuk menabung dan mengelola keuangan keluarga.
Bersama BPDASHL, MFP4 dan Yayasan Bambu Lestari (YBL), kelompok ini menjadi pionir untuk menghidupkan kembali budi daya bambu yang sempat hilang. Mama-mama didampingi oleh YBL mulai melakukan kegiatan pembibitan bambu sederhana pada skala keluarga di sela-sela kesibukan bertani dan menjadi ibu rumah tangga. Pembibitan ini dilakukan dengan metode stek cabang, dan ditempatkan di halaman rumah masing-masing keluarga di dalam polybag. Tujuannya adalah untuk mendekatkan wilayah jangkauan ibu-ibu pada bibit-bibit ini, sekaligus berbagi peran pada anggota keluarga lain untuk ikut menjaga dan merawat bibit-bibit bambu sebagai salah satu bagian dari keluarga. Setiap anggota keluarga berperan dalam mengelola kebun bibit ini, misalnya: ketika ayah mencari cabang bambu ke dalam hutan, ibu dan anaknya bergotong-royong mengisi polybag di dalam tanah. Selain itu, setiap anggota dapat bergantian melakukan perawatan, yaitu menyiram dan menyulam bibit yang mati setiap hari. Atas dasar inilah sistem pembibitan bambu sederhana ini disebut dengan sistem kebun bibit keluarga.
Ketika pertama kali dikenalkan kegiatan pembibitan bambu, Mama Welu-lah yang paling bersemangat mengikuti kegiatan ini. “Selama ini saya tidak tahu jika membibitkan bambu bisa semudah ini. Biasanya, yang saya tahu kami harus memotong rimpang bambu yang sangat besar itu. Baru kemudian ditanam di kebun kami masing-masing. Mama-mama tidak akan bisa melakukannya sendirian, harus dibantu bapak-bapak, dan jumlahnya tidak akan banyak,” cerita Mama Welu ketika ditanya pengalaman membibitkan bambu sebelumnya.
Menurut Mama Welu, kegiatan pembibitan ini sangat berguna bagi Desa Genamere, terutama pada Kelompok Dasa Wisma Wanita. Sebelumnya, baik mama-mama maupun bapak-bapak tidak tahu nilai ekonomi bambu di daerahnya sehingga rumpun bambu di dalam kawasan hutan maupun di kebun masing-masing menjadi tidak terawat. Sekarang, masyarakat lebih sadar untuk menjaga rumpun bambu yang sudah ada dan mama-mama semakin bersemangat untuk membibitkan bambu. Mama-mama yang biasanya tidak terlibat banyak dalam pengelolaan kebun sekarang memiliki tanggung jawab untuk membuat dan menjaga bibit bambu di dalam keluarga.
“Selain untuk dijual, bibit-bibit ini mau ditanam di lahan kami masing-masing agar makin banyak bambu di sini. Harapan kami, bambu-bambu yang ditanam bisa kami jual dan juga bisa menjaga mata air kami yang semakin hari semakin mengecil debitnya,” ujar Mama Welu yang diafirmasi oleh Om Albert. Mama Welu berharap, bibit yang dihasilkan Kelompok Dasa Wisma ini bisa ditanam di lahan pribadi dan juga di lahan HKm milik Gapoktan Genamere, agar dapat dikelola kelompok tani sekaligus menghijaukan Kawasan Hutan Inelika. Mama Welu sebagai penggerak kelompok wanita maupun Om Albert sebagai penggerak kelompok laki-laki berjalan beriringan untuk mengembangkan bambu di Desa Genamere. Kerja sama suami-istri yang juga merupakan pemimpin kelompok ini membangkitkan kesadaran bahwa dibalik penggerak yang hebat, selalu ada dukungan keluarga yang senantiasa mendampingi di setiap langkahnya.
Tulisan untuk:
Diskusi Pojok Iklim
Ditjen PPI-KLHK
Perayaan Hari Ibu: Perempuan Flores Menjaga Bumi dengan Kearifan Setempat
23 Desember 2020